Cerpen - Dan Malam pun Terlelap
Dan Malam pun Terlelap
Oleh : Dwimas Anggoro
Sudah
satu setengah jam aku
disini, menunggunya. Duduk disudut resto, mengaduk aduk kopi yang
tak lagi hangat. Aku mendesah pelan, sedikit khawatir, lalu bergegas membuka handphone, kembali ku telepon dia entah untuk yang kesekian
kalinya. Tak ada jawaban, hanya lagu cakra khan yang mengalun di nada sambung
pribadi nomornya. Entah apa maksudnya.
Malam
ini aku akan mengatakannya, sebuah permintaan yang sudah kudamba damba kan
sejak dua tahun menjalin cinta dengannya,
menunggu semuanya siap dan matang. Dan sekarang aku sudah siap untuk melukis janji suci
diatas kanvas kehidupan. Aku akan melamarnya malam ini.
“Maaf” Dia datang tergesa-gesa. Entah dari mana, dia
enggan ku jemput untuk malam ini. Pakaiannya sedikit basah, hujan mengguyur
kota sejak setengah jam yang lalu. Dia langsung mengambil tempat tepat
dihadapanku. Mengikat rambutnya yang panjang, mengecek handphonenya. Sedikit
terkejut melihat sepuluh missed call dariku.
“Dari mana aja?”Tanyaku
“Maaf aku ngga bisa kasi tau kamu, yang jelas aku mau
ngomong sesuatu sama kamu” Jawabnya dalam satu tarikan nafas.
“Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu malam ini”
Tertahan sejenak. Berusaha memilih kalimat yang pas
“Aku mau kita putus” Sambarnya, langsung ke inti. Aku
terkejut, hening menyergap. Merasa waktu seolah olah berhenti. Aku masih tak
percaya dengan apa yang kudengar, mencoba menatap matanya seolah tak percaya.
“Aku mau kita putus!” Tegasnya sekali lagi, lagi lagi
itu membuatku lemas, hatiku seutuhnya hancur
“K... Kenapa?” Tanyaku
“Aku sudah punya pacar baru sekarang. Daripada kamu
yang tersakiti nantinya, mending aku kasi tau dari awal”
“Siapa? Vanno?”Tanyaku. Dia mengangguk.
“Aku yang nembak dia” Jawabnya. Entah apa yang harus
ku katakan. Yang aku tahu, dihatinya sudah ada orang lain.
“Sudah kuduga, dia terlalu baik untuk menjadi
sahabatmu” Kataku, tanpa ekspresi. Berusaha tegar.
“Dia itu cahaya buat kamu. Aku bisa ngeliat kamu
bahagia sama dia. Tawa kamu lepas. Kalau sama aku kamu ngga kayak gitu. Apa
karena aku kaku ya? Aku pendiam dan ngga banyak omong, bawaannya serius
mulu”Tambahku. Dia enggan menjawab
“Maaf sebelumnya kalau aku ada salah, maaf kalo aku
sibuk kerja mulu, maaf kalo aku jarang ngeluangin waktu untuk kamu, tapi aku
punya alasan buat itu.”Kataku.
“Aku memang bukan yang sempurna buat kamu, aku gabisa
bikin kamu ketawa, aku hanya kasi kamu sedikit perhatian”
“Kamu gaperlu minta maaf”Katanya tegas.
“Sejak kita ketemu waktu itu, aku memang sudah jatuh
cinta sama kamu”Tambahnya
“Aku yang mendekati kamu, aku yang begitu agresif
mendekati, aku yang harusnya minta maaf” Katanya lagi
“Tapi aku yang ngga mengerti kamu, hati kamu sekarang
udah ngga ada aku lagi”Kataku.
Sudah pukul sembilan malam. Pelayan lelaki berbaju
putih itu datang membawa sesuatu. Aku harusnya sudah pergi dari tempat ini.
Permisi sebentar ketoilet. Lalu keluar dan menghilang, tidak akan pernah
kembali. Mengeluarkan air yang sudah menumpuk di pelupuk mata bersama hujan
yang mulai mereda.
***
Dina mendesah, meminum segelas orange jus pesanannya
sampai tak bersisa, menemukan sesuatu didasar gelas.
Cincin.
Dia tertegun.
Pelayan lelaki berbaju putih itu menghampirinya kembali, memberi secarik kertas
“Will you marry me?” –Danny–
Dina terisak, air matanya tak sanggup terbendung.
Padahal dia adalah gadis paling tegar didunia ini. Sudah tidak pernah menangis
lagi sepuluh tahun belakangan. Tapi malam ini, air matanya jatuh bersama
rintikan hujan yang mulai mereda. Dia telah menyakiti hati laki-laki yang dia sempat
cintai. Perlahan ia sadar, dan mozaik waktu mengalun lembut dalam pikirannya,
membiarkan memori masa lalu mengalir setelah sekian lama terlelap. Dia bangun
dari tempat duduknya. Namun semua sudah terlambat, laki-laki itu sudah
menghilang dan tidak akan kembali, tidak akan pernah kembali. Dan akhirnya,
malam itu pun terlelap bersama tangisan dua hati yang tersakiti dan menyakiti
Comments
Post a Comment