Untukmu
Pukul tujuh malam, hujan lebat, aku
terjebak di kampus, merasakan dingin kembali mengusik kulitku. Dia masih sama,
tak berubah posisinya sejak lima menit yang lalu, termenung dalam dunianya. Aku
pernah bertanya tanya apa yang ada dipikirannya, memikirkan apa yang harus
dilakukan selepas ini? Memikirkan masa depannya? Atau memikirkan betapa
sempurnanya wajah cowok cowok korea yang hampir setiap hari dia tonton di
televisi ataupun dvd, memuja-mujanya layaknya seorang gadis jatuh cinta
melebihi siapapun didunia ini, tapi kuharap dia tak begitu.
Aku bukan seorang yang sempurna di
matanya, bukan. Kutegaskan sekali lagi, aku bukanlah seseorang yang sempurna,
bukan hanya dimatanya tetapi juga dimataku sendiri. Shalatku masih
bolong-bolong, subuh terutama, terlalu capai mengerjakan laporan atau tugas
kuliah, terbangun ketika detik detik masuk kuliah jam delapan teng. Wajahku tak
terlalu tampan, kulit tidak putih, cokelat manis, rambutku kubiarkan panjang
dan acak acakan, sengaja agar mirip artis korea, tak ada modus, hanya terlalu
malas untuk menyisir rambut, hidungku pesek. Fisikku terlalu jauh baginya.
Aku sudah terlalu dekat dengannya,
mungkin dia sudah menganggapku sebagai kakaknya, dan aku terlihat menganggapnya
sebagai adiknya, hanya kakak-adikan. Bagiku ada cinta. Tapi baginya mungkin tidak.
Aku tak penah tau.
Tanggal satu april, aku mengatakan
semuanya, aku membenarkan benih benih cinta yang tumbuh dihatiku, sebelum
semuanya tambah mekar diujung musim penghujan. Dia tak percaya, tak pernah
percaya. Dia masih seperti biasanya, tidak ada respon sama sekali, menganggap
bahwa itu adalah April Mop, hanya
satu dari berpuluh keusilanku, tapi percayalah hari itu spesial. Hari itu
sangat spesial bagiku. Tanggal satu april dua puluh tahun yang lalu aku dilahirkan,
walau akte kelahiranku berbeda. Aku ingin menyatakan rasa cintaku padanya
diumurku yang ke dua puluh. Hanya itu saja.
Esoknya semua terlihat baik baik
saja, kami sering bersama, tanpa ada status yang jelas. Mungkin aku harus
menjauh, barangkali aku harus menjauh darinya untuk membiarkan perasaan ini
sirna, hilang bersama hujan malam ini, terkubur tanpa ada rasa sakit yang terus
menggerogoti. Tuhan kenapa kau menyiksaku seperti ini?
Mulai saat ini aku akan pergi, aku
akan menjauh darinya, sedikit demi sedikit, selamat tinggal cinta, selamat
tinggal untuk cinta yang tak akan pernah menjadi milikku, jangan pernah
berhenti menggapai mimpimu, temukan dia yang sempurna, kudoakan semoga kau
menemukan yang sempurna bagimu, aku percaya, suatu hari nanti, terima kasih
sudah menjadi bagian dari hidupku...
Medan, tujuh april dua ribu tiga
belas, pukul tujuh malam, kubiarkan perasaan itu sirna meski hatiku terluka...
Comments
Post a Comment