Cerpen - Putri
Hai putri, apa kabar? Bolehkah aku menyapamu
malam ini?
Tidak ada balasan, hanya deliv, tak kunjung
read. Mungkin sedang sibuk malam mingguan, bermesraan bersama pacarnya, jalan
jalan keliling kota, makan malam atau hanya sekedar mencuci mata. Sampai dua
tiga hari masih deliv, mungkin tidak sempat melihat blackberrynya, atau
barangkali langsung di end-chat. Aku tidak tahu, setiap blackberry ku bunyi dan
lampunya berkedip merah, aku berharap itu balasan dari kamu.
Malam putri, sedang apa? Malam ini hujan. Aku
tahu kamu paling suka hujan.
Tidak ada balasan, hanya deliv, tak kunjung
read. Mungkin sedang menikmati hujan yang sedang membasuh kota dari jendela
kamarnya, menghirup kesegaran tiada batas. Menulis hujan bersama tangis,
menggambar manga atau hanya menulis satu dua bait puisi cinta. Sampai dua tiga
hari masih deliv, mungkin tidak sempat melihat blackberrynya, atau barangkali
langsung di end-chat. Aku tidak tahu, setiap blackberry ku bunyi dan lampunya
berkedip merah, aku berharap itu balasan dari kamu.
Malam putri, saat ini aku tak sanggup lagi
menahan rindu yang bergejolak didalam hati. Sudah kukubur, tetapi dia bangkit
lagi. Sudah ku bakar, tapi dia tahan api. Aku tau kau juga sudah membunuhnya,
tapi tak sempat membuatnya mati. Aku tau kau juga sudah memadamkannya, tapi dia
hidup lagi seperti zombie.
Tidak ada balasan, karena aku langsung
mendiscard. Urung mengirim pesan. Kuketik dua kali, tapi selalu aku discard. Terlalu
takut untuk mengirim.
Halo putri, apa kabar? Tak bisakah kita
mengulang waktu kita dahulu? Hanya sekedar berteman saja barangkali? Diam begini
membuatku sakit. Karena kau tahu? Rasa rindu dan rasa cinta yang ada didalam
hatiku mulai menjalar karenanya. Membuat mozaik memori tentangmu mulai
bermunculan. Segalanya bahkan sampai hal yang paling kecil.
Tidak ada balasan, karena aku langsung
mendiscard. Urung mengirim pesan. Kuketik dua kali, tapi selalu aku discard. Terlalu
takut untuk mengirim.
Halo putri, malam ini aku pusing sekali. Entah
kenapa, terlalu banyak memikirkanmu atau hanya sakit kepala biasa. Kurasa virus
itu sudah menjalar ke otakku, hatiku, jantungku, bahkan disetiap tetes darah
yang mengalir didalam arteri. Aku tak tahu harus bagaimana. Yang aku tahu,
hanya kau yang punya penawarnya.
Ada balasan! Aku senang. Tapi langsung luntur
karena yang terbalas hanyalah permintaan reinvite pin. Aku sudah menduganya.
Kamu takkan pernah mau mengobati sakitku. Ini malah membuatku semakin tersiksa,
jauh semakin tersiksa.
Malam ini aku mati, tapi aku bahagia. Karena
aku mati karenamu yang tak kunjung memberi obat penawarnya dan tak pernah pergi
dari hatiku ini.
Untuk putri, atas semua sakit dan cinta,
dari Pangeranmu di surga
Comments
Post a Comment